Selasa, 10 Mei 2022

Melanjutkan Kuliah

 

Jemu…

Capekk

Letih..

Bosan

Menjadi Bidan Desa itu seperti itu rasanya. Setiap hari punya rutinitas yang sama, pasien datang tanpa jeda, tak ada waktu libur bahkan walau kalender berwarna merah, bahkan walaupun liburan lebaran, kalo ibu sudah datang dengan bukaan lengkap mau tidak mau seorang Bidan harus siap menolong.

Rutinitas senin sampai minggu, posyandu, penyuluhan,kelas ibu hamil, merujuk pasien, begitu begitu saja rutinitas sehari hari, 30 hari sebulan, 365 hari setahun.



Kapan liburnya??
Belum lagi waktu membersamai anak anak kami yang terbatas..
Alhamdulilllah kini kami di amanahkan 3 anak yang sangat hebat..

Si tampan Langit Rinjani 7 Tahun
Si Gagah Lautan Biru 4 Tahun
Dan si Cantik Cahaya Senja 1 hampir setahun.

Mereka sumber semangat dan motivasi diri menjalani hari, menjalani profesi sebagai Bidan dan Ibur RT untuk mereka.

Kadang kala Ketika capek mengantar merujuk pasien ke Rumah Sakit di waktu subuh, anak anak masih tertidur, suami terlelap, ingin rasanya berhenti dan pindah profesi, tidak tinggal di Desa tapi mencoba suasana baru masuk dan pindah ke Puskesmas atau Dinkes, menjadi staf structural tak capek lagi piket, atau sibuk menolong pasien melahirkan tanpa waktu libur sebagaimana kondisi yang sekarang.

Banyak teman teman ASN dari jenjang D3 kebidanan melanjutkab karir ke Struktural, ke Sarjana Kesehatan Masyarakat bahkan ada pula yang off menjadi Bidan dan fokus mengurus keluarga. Mereka sepertinya asik setelah berhenti menjadi Bidan, kehidupan teman teman itu terlihat lebih punya waktu libur daripada saya.

Pernah terlintas pikiran seperti itu, tapi dulu

Kini keingianan itu saya buang jauh, justru kini saya melanjutkan Pendidikan Profesi Bidan, setelah menamatkan Sarjana Kebidanan kuliah semasa Pandemi.

Bidan itu tugas mulia, bukan hanya sekedar profesi mencari uang semata, tapi sebuah jalan menjadi bermanfaat kepada sesam, Menolong nyawa umat manusia, karena …..barang siapa yang memelihara nyawa satu manusia maka seolah olah ia telah menyelamatkan nyawa seluruh umat manusia didunia…. Quran Surat Al Maidah: 32.

 


Hidup didunia bukan hanya perkara mencari uang semata tapi bagaimana bermanfaat bagi sesama. Sebab sebagimana Hadist Nabi Bahwa sebaik baiknya manusia yang paling banyak bermanfaat bagi sesamanya.
Dengan Alloh Swt Bidan sedang berbisnis, bisnis pahala, bisnis kebajikan, mendahulkan menolong sesama diatas salary atau bayaran. dan bisnis dengan Alloh tidak akan ada sesal dan ruginya di dunia juga akhirat.

Apapun pekerjaan kita, pasti ada jemu, capek dan bosannya tapi tak perlu karena rasa capek itu lalu berpikir singkat ingin berhenti dan menjalani kehidupan lain yang belum tentu cocok untuk kita jalani.

Semangat lanjut kuliah, semoga Alloh Swt ridho degan ilmu dan perkejaan kita.

Bumi seribu masjid,
di awal Syawal akhir Ramadhan 1443 Hijriah.

 

 

 

 

Rabu, 12 Agustus 2020

Anakku Terlambat Bicara


26 Juli 2020 lalu anaku berumur 3 tahun. Kami memberinya nama Lautan Biru. Sebuah nama yang sejujurnya kurang di apresiasi oleh orangtuaku, mertuaku hingga orang orang disekelilingku. Namun aku dan suamiku tetap keukuh memberi nama anak lelaki kedua kami dengan nama Lautan Biru.

Kenapa nama anakku Lautan Biru?

Apakah kami sebagai orang tua tidak memiliki rencana yang jelas terhadap keturunan kami, sehingga memberikan nama sembarangan kepadanya?

Tentu saja nama seorang manusia perkara serius, nama adalah doa, nama menjadi identitas melekat seumur hidupnya, nama sering menjadi alur jalan hidup manusia, nama menjadi cita cita mulia orang tuanya.

Lautan biru, tidak memiliki makna tersirat.

Ia bermakna jelas tanpa makna ganda. Sebagai mana kau melihat Lautan Biru luas di hampar Tuhan dihadapanmu, lalu ada rasa nyaman, rasa tenang yang indah kau rasakan. Sesederhana itu memaknai nama anak kami.

Bagimu yang suka traveling, lalu menemukan pemandangan keindahan pasir putih dan lautan biru yang luas, kau akan tau alasan kenapa nama anak kami Lautan Biru. Sebagaimana nama anak lelaki pertama kami Langit Rinjani, ia bermakna jelas tanpa pesan tersirat. Kau yang pernah mengunjungi ketinggian Gunung Rinjani lalu melihat rupa langit di atasnya tidak akan pernah menanyakan kenapa nama anak kami Langit Rinjani.

Jika ada kawan kami masih menanyakan kenapa nama anak kami Langit Rinjani maka dengan santai kami menjawab,  sebaiknya pergilah mendakilah Rinjani maka kau akan menemukan sendiri jawabannya.

 

Lautan biru lahir melalui proses operasi secar. Setelah 2 malam aku menginap di RS Kota Mataram, dan tidak ada  tanda tanda kemajuan untuk proses lahiran normal. Aku mengalah pada keputusan dokter spesialis kandungan yang hasus membelah horizontal perutku untuk mengeluarkan anak yang menurut 4 x hasil USG akan berkelamin Laki-laki.

Dan sesuai prediksi mesin USG anak kedua ku Lelaki. Ia lebih gemuk daripada kakaknya saat lahir, beratnya hampir 3,5 kg dibadingkan kakak Langitnya yang saat lahir berbobot 2,8 kg.

Alhamdulillah, walaupun sakit yang ditimbulkan pasca operasi sangat menyiksa tapi aku bersyukur melihat senyum pulasnya saat tidur dalam pelukanku.

Lautan biru tumbuh menjadi  anak yang yang lucu dan tambun. Pipinya gembul sebagaimana dulu kakaknya. Ia ku berikan ASI Ekslusif sebagai kakaknya, saat telah 6 Bulan berlalu MP ASI yang ku berikan dilahapnya dengan sangat cepat. Anak kedua ku sungguh membuat kami semakin bahagia setiap hari.

Setiap hari kami tentu saja banyak mengabiskan waktu dengan Gadget, bermedia social, menonton Youtube hingga menonton acara di Televisi.

Lautan biru tampak tertarik dengan TV yang ditonton kakaknya. Kartun dan lagu anak anak biasa kami hidupkan di tv di tonton oleh kakaknya dan ternyata di sukai Lautan Biru.

Kami pikir itu tidak masalah, toh acara yang di tonton anak anak kami film animasi dan lagu lagu anak yang bernuansa edukatif untuk anak kami, khususnya Langit Rinjanni yang sudah 3 tahun.

Sesekali Langit rinjani meminjam hp kami untuk menonton youtube, kami mengizinkannya. Setiap kakak Langit Rinjani menonton Youtube adiknya Lautan biru yang saat itu belum genap berumur setahun ikut menyimak. Sesekali lisannya berkata, bahasa bayi yang belum kami pahami maksudnya. Alhamdulillah itu berarti Adik Lautan Biru tumbuh sesuai jalurnya, apalagi saat umur 10 bulan ia sudah bisa berdiri dan belajar berjalan.

 

Hari ke hari aku makin sayang dan gemas pada si kecil Lautan Biru. Wajah tentramnya, mata beningnya, pipi gembulnya, tingkah lakunya, semuanya. Terpujilah Alloh yang telah menitipkan rasa cinta dan kasih seorang Ibu pada anak anaknya.

Hidupku terasa sempurna, apalagi rezeki dunia Alloh cukupkan dengan diangkatnya aku menjadi PNS Kebidanan beberapa bulan setelah adik Biru lahir.

Hingga ujian itu tiba.

Entah karena apa, aku gemas sekali dengan Adik Biru, ku cium pipinya, ku kitik kitik perut gendutnya, ku geli geli kakinya. Anakku merespon geli, ia tidak suka di perlakukan seperti itu, tapi aku terus melakukannya karena lucu melihat tingkah lakunya, hingga tiba-tiba ia menangis sangat kencang sampai kehilangan suara.

  

Ia anakku Lautan Biru menangis panjang, hingga pingsan, kehilangan suara tangisnya, kehilangan beberapa saat nafasnya. Aku kaget, ku tiup mulut mungilnya, ku tepuk punggungnya tapi ia belum sadar, aku berteriak histeris, menangis, ketakutan, aku takut kehilangan anakku.

Saat ini bumi seolah olah berhenti berputar, waku berhenti dan aku terjebak dalam penderitaan karena berfikir anakku hilang.

Beberapa detik kemudian Adik Biru kembali bernapas, tangisnya kembali terdengar, ia telah sadarkan diri.

Terimakasih Yaa Robb

 

Segera ku gendong anakku, dengan tangisan ku telpon suamiku yang masih di kantor. Ku ceritakan kejadian yang tadi ku saksikan di depan mataku. Suamiku terdengar tenang karena ia tidak menyaksikan apa yang aku lihat.

Kejadian mengerikan itu terulang kembali, kali ini suamiku menyaksikannya. Anakku kehilangan nafasnya saat menangis, ia kejang, pingsan. Pemicunya kami mematikan TV yang sedang tonton, ia marah dan menangis panjang hingga kehilangan suaranya dan kehilangan kesadaranya seperti sebelumnya. Tau pemicu tangisnya adalah TV, kami akhirnya kami selalu waspada dan berusaha agar ia tidak menangis. Semua kemauannya kami turuti, semua keinginanya kami setujui. TV dan Gadget kami berikan leluasa padanya, daripada ia menangis, daripada ia kejang, daripada ia pingsan.

5 Agustus 2018, saat Gempa 7 scala richer menghancurkan Lombok, anak kami dalam masa masa dimana ia sering kejang. Lambat laun ia mulai kehilangan suaranya, tangisnya tanpa bunyi, ia tidak pernah lagi mengeluarkan bunyi dari lisan yang menunjukan ia bisa berbicara.

Atas saran dokter, adik Biru sebaiknya di cek bagian kepalanya, untuk memastikan diagnosanya apa. September kami terbang ke Surabaya. RS Siloam memberikan hasil scan kepala anak kami, normal dan baik baik saja. Alhamdulillah.

Tes telinga secara medis memang belum kami lakukan tapi kami lihat, pendengaran anak kami baik baik saja, setidaknya ia dapat membedakan suara Adzan dari magrib dan suara musik dari HP. Saat adzan dari masjid, adik Biru excited, jika adzan sudah selesi ia menangis dan minta di ulang. Adik Biru dapat membedakan lagu di hp, jika suara mp3 di Mobil tidak di sukainya, ia meminta kami mengatinya dengan menarik narik tangan kami meminta mengganti lagu di kendaraan.

 


Lalu kami mendapat rekomendasi agar anak kami terapi Bicara di salah satu RS Swasta di Kota Mataram. Aku pikir itu ikhtiar yang bagus. Apalagi dokter yang menangani cukup kompeten, dan memberikan motivasi kepada kami, agar kami optimis, agar kami bersyukur, bahwa Adik Biru tidak sendirian, banyak ternyata anak anak yang diberikan keajaiban seperti anak kami yang juga menjalani terapi. Di lingkungan RS aku bertemu dengan banyak orang tua yang bernasib sama, dari mereka aku semakin kuat, sharing dan cerita dari mereka tentang kemajuan kesehatan anak mereka membuatku semakin optimis bahwa anakku Lautan Biru baik baik saja.

Diagnose awal dokter memperkirakan anak kami Hyper aktif dan ADHD. Ya memang adik Biru sangat aktif, tidak bisa diam, lari kesana kemari tanpa cape, Ia kurang focus dan sulit untuk kontak mata dengan kami. Ia selalu mencoba mengalihkan pandanganya saat kami minta adik Biru melihat ke arah kami saat kami bicara dengannya.

Dari goggling kami juga memiliki rasa optimis dengan kondisi Lautan Biru. He is special, dan kami sangat percaya Ia akan tumbuh menjadi anak yang luar biasa kelak. Ia akan bisa bicara pada masa yang tepat menurut Alloh.

Saat ini gadget telah kami jauhkan darinya, TV tidak pernah kami hidupkan  hampir 2 tahun lamanya. Sejak Januari kami rutin mengajak Adik Biru terapi Bicara (walaupun jeda saat Maret hingga kini karena Pandemi Covid-19).

 

Awalnya berat sekali menyadari bahwa anak kedua kami terlambat bicara, namun kini rasa ikhlas, rasa penerimaan dan optimis kepada Allah lebih kami rasakan. Ikhtiar penobatan telah kami jalani, pengobatan Rukyah secara syariah juga pernah kami usahakan, dan membangun rasa kepercayaan diri dilingkungan tetap kami tanamkan.

Anak kami mungkin terlambat berbicara, ia terlambat Start, tapi kami sangat percaya ia akan mengejar bahkan lebih didepan dibandingkan anak anak lainnya.

Kami harusnya bersyukur.

Di sekitar kami ada banyak orang tua yang harus kehilangan anak saat seusia anak kami, ada yang karena sakit jatung, kelainan fungsi organ saat lahir, namun mereka tetap mengucap syukur. Tidak ada tempat untuk mengeluh dan merasa minder karena anak kami terlambat bicara. Kami di percayakan amanah anak yang special dan ia akan tumbuh menjadi manusia yang special. Kami sangat yakin itu, aku dan suamiku.

Lihat saja nanti.

                                                                                                                    Di bumi seribu masji

                                                                                                                   Akhir tahun 1441 Hijriah.

Rabu, 22 Mei 2019

Gempa Lombok dan Kakak Langit di bedah perutnya.



Gempa di akhir juli 2018 masih membekas dan meninggalkan trauma untuk saya dan keluarga. Khususnya saya pribadi saat gempa besar itu meluluhlantahkan Lombok, saya sedang berada di rumah sakit merawat anak tercinta Kakak Langit rinjani pasca operasi usus.
Malam itu suami saya sedang turun ke lantai dasar untuk melaksanakan sholat isya berjamaah, beruntung saat itu banyak kerabat, tetangga dan sahabat sedang ramai membesuk anak kami. Mereka membawakan banyak mainan untuk mengibur Kakak Langit yang kemarin malam baru di bedah perutnya.



Awalnya saya tegar dan siap merawat kakak Langit yang kemungkinan besar akan di Kolostomi, sebuah lubang dari perut untuk mengeluarkan pesesnya. Ususnya menurut rotgen dan USG di 3 rumah sakit mengalami gangguan. Usus masuk ke usus, sehingga ia tidak pernah buang air besar 5 hari dan muntah terus menerus.
Sejujurnya saat 3 hari ia tidak BAB saya sudah membawanya ke rumah sakit untuk pemeriksaan awal namun hasil usg saat itu belum jelas dan dokter spesialis hanya memberikan obat pencernaan.
Kekhawatiran saya memuncak saat malam jumat selepas isya Kakak Langit muntah, isi muntahannya bukan hanya sekedar makanan dan minuman tapi saya melihat sejeni cacing ikut keluar dalam keadaan sudah mati.
Tanpa menunggu besok, malam itu juga saya membawa cacing itu ke dokter spesialis anak menanyakan binatang apa yang keluar itu. Saya di minta membawa kakak Langit ke RS tempat beliau bekerja untuk di USG. 
Jumat pagi merupakan hari yang berat untuk kami. Dokter di USG menjelaskan dengan wajah menyesal karena usus anak kami masuk dan terbelit pada usus yang lain, sehingga harus segera di bedah agar, kemungkinan besar jika usus itu rusak harus di potong di buatkan lubang di perut sementara pengganti anus.

Saya sedih karena selama ini saya sangat menjaga pola makan anak anak kami. Tidak memberikan makanan sembarangan, ASI Ekslusif, ASI hingga 2 tahun tanpa sufor, mp Asi yang terencana sesuai kebutuhan Gizinya. Jujur sebagai Nakes saya merasa Gagal.

Melihat ini saja kami tidak tega


Ini harus cyto ya Bu, kata dokter di poli anak RS, saya sudah telpon dokter di RS rujukan siang ini langsung ke RS provinsi, sore ini Dokter spesialis bedah anak ada jadwal sehingga anaknya bisa segera tangani.
Saya bisa sedikit tegar, tapi suami saya, ia benar benar bingung lebih tepatnya sedih dengan keadaan jumat pagi itu. Tak menunggu lama lama kami menghabiskan jumat di RS provinsi beberpa Km dari rumah kami.
Benar benar hari yang melelahkan. Sebelum di pastikan untuk di bedah Kakak Langit di Rotgen lagi, dan hasilnya positif sama, usus anak kami harus di bedah.
Jadwal bedahnya selepas isya nanti.

ruang rawat inap kakak langit sebelum gempa itu datang


Suami saya yang paling tidak bisa menahan tangisnya. Jangankan untuk melihat anak kami di bedah, melihat langit di infuse saja tidak tega, dulu saat kakak Langit di Sunat ia tidak juga berani memegang, ia bersembunyi, setelah selesai baru kemudian ia muncul menggendong anak kami. Saya tau itu karena besarnya rasa sayangnya kepada anak kami, setidaknya saya bisa lebih berani dan tegar menghadapi itu semua.

Kakak Langit baru keluar ruang operasi


Qadarulloh, operasi anak kami berjalan lancar, ususnya masih bagus sehingga tidak perlu sampai dipotong atau di kolostomi. Ususnya hanya masuk ke usus lain, tak sampai setengah jam ususnya telah diperbaiki posisinya lalu perut ditutup kembali. Alhamdulillah lahaulawala quatalillabillah


Pasca operasi lalu gempa 7,6 scr itu datang. Kamar kami di lantai 2, malam yang mengerikan, suara gemuruh entah datang darimana, listrik mati, orang orang berhamburan, saya dengan sekuat tenaga menggendong Kakak Langit dari lantai 2 turun dengan berdesakan, saya lupa bahwa kami masih punya anak kedua Adik Lautan Biru yang malam itu juga ikut di rumah sakit. Saya sadar setelah di lantai dasar, saya menangis, berteriak mencari anak kedua kami. Ingin naik kembali ke lantai 2 tempat kami di rawat tidak bisa karena arus orang turun sangat padat. Suami saya telah menenumkan saya beberapa saat kemudian, ia yang mencari anak kedua kami, Alhamdulillah seorang sahabat yang malam itu menjenguk kami datang menggendong adik Lautan biru yang baru berumur 1 tahun.

kamar darurat malam gempa itu datang


Malam itu kami tidur di emperan koridor luar rumah sakit. Kami sepakat membuat tenda darurat dari tikar yang ada di tepi masjid yang beberapa sapu lantainya jatuh dan pecah. Berat sekali malam itu, saya tidak kuat menghadapi ujian bertubi-tubi, tapi suami saya tampak lebih tenang, ia memang selalu bisa di andalkan untuk hal hal seperti ini, kebiasan travelling dan bertualang semasa ia muda membuat ia tanggap terhadap hal seperti itu. Dengan cekatan ia membangun tenda darurat, menyiapkan tempat tidur bagi kami berempat. Ia pula yang menjelaskan kenapa mesti tidur tidak jauh dari masjid, selain masjid tempat ternyaman dan teraman, untuk mck dan sholat subuh nanti akan lebih mudah.

Keesokan paginya barulah kami mendapatkan informasi jelas tentang ribuan rumah hancur, paling parah di kabupaten Lombok utara sebab di sana pusat gempa. Keluarga kami di rumah Alhamdulillah baik baik saja. Rumah polindes kami menurut tetangga juga baik baik saja hanya gentingnya ada beberapa yang jatuh tapi tidak roboh dan tidak ada tembok yang retak.

salahsatu rumah yang hancur oleh gempa

Lahulawala quataillabilahh
Hasbunalloh wa nikmalwakil
Cukup Alloh tempat ku berlindung sebab Alloh sebaik baiknya pelindung.
Beberapa minggu gempa mengerikan itu masih juga datang, kami sekampung bahkan mungkin se Lombok tidur dalam tenda tenda darurat, terpal menjadi barang langka dan mahal, beruntung suami saya punya banyak sahabat di luar Lombok yang bersedia membantu mengirimkan tenda tempat tidur kami. Hamper 4 bulan kami tidur di dalam tenda dengan ras waswas dan cemas.
Hingga kini saat saya menulis ini sejujurnya trauma terhadap gempa itu masih ada, tempat tidur kami pindahkan ke dekat pintu agar sewaktu waktu gempa datang kami bisa segera keluar, sebab di awal ramadhan lalu gempa itu datang di siang hari saat kami istirahat.

Kematian memang hak bagi kehidupan. Dan tiap tiap mahluk yang bernyawa akan merasakan mati, cukuplah kita menyiapkan bekal untuk hidup setelah mati kita.
Semoga Alloh subhanahuatala selalu melindungi kita semua saudariku.

Dalam kesempatan ini tak lupa saya mengucapkan terimakasih kepada semua dokter, perawat yang telah membantu kami selama di rumah sakit, sehingga kini kakak Langit bisa sembuh dan sehat walpaiat. Kepada semua kerabat dan sahabat yang juga membantu selama terjadinya gempa, jazakallohhukhairan katshira.

Rabu, 11 Januari 2017

Bidan Bercadar



Sudah setahun saya memakai busana cadar. Alhamudillah masih istiqomah mengenakannya. Kawan kawan sesama bidan banyak yang kaget dan tidak percaya dengan keputusan saya memakai busana tertutup itu. Apalagi menengok masalalu saya “jilbab metal”, buka pasang jilbab. Berkat dukungan keluarga, suami dan orang tua Alhamdulillah hingga kini saya tetap nyaman mengenakan busana ternyaman itu.

Cadar tidak membatasi kita untuk makan


Menjadi bidan bercadar tidak membatasi saya dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Tidak ada bedanya dengan saat masih memakai jilbab dulu. Malah lebih asik, hanya saat menolong ibu bersalin saya merasakan agak keteteran, karena menghadapi kondisi pasien yang mengeluarkan banyak darah, air ketuban hingga kotoran. Tapi secara keseluruhan cadar tidak membatasi bidan melakukan tugasnya.
Saat menghadiri pertemuan kedinasaan kadang kala dengan diri saya yang berbeda dengan kawan lain, awalnya dulu merasa khawatir terhadap lingkungan kerja, pandangan orang sekitar tentang saya, Namun Alhamdulillah semua itu harus di lalui sebagai ujian istiqomah memakai Cadar.

Awal saya memakai cadar di januari 2016 karena adanya rasa tidak nyaman kepada pandangan lelaki lain, terutama suami suami pasien yang menurut saya cara mereka melihat saya menakuti saya. Selain itu saya memiliki banyak pasien yang mengenakan cadar, cara mereka berbusana, berinteraksi dengan saya membuat saya tertarik mengunakan busana seperti mereka. Alhamdulillah berkat dukungan orang terdekat saya terutama suami, ia mengizinkan saya mengugunakan cadar. Atasanpun tidak mempermasalahkan atau melarang saya mengenakan cadar, sehingga membuat saya lebih mudah untuk memakai busana cadar.

Bermain bersama anak saya


Saya bersyukur kepada Alloh subhanahuatala, dengan cadar saya merasa lebih baik, lebih “bebas”, lebih terlindungi dan lebih merasa menjadi seorang muslim. Kawan kawan bidan juga jangan khawatir jika ingin memakai cadar, memulainya memang sulit tetapi setelah berlalu sebulan dan orang orang sudah terbiasa dengan kita, maka segalanya akan mudah mengalir seperti hari hari biasanya.
Memakai cadar memang tidak wajib bagi wanita muslim. Tetapi semakin tertutup seorang wanita, menurut saya baik pula ia.

Saya bersama suami dan anak di salahsatu villa milik sahabat

Rekan rekan bidan juga bisa memakai busana cadar, kekhawatiran itu memang selalu ada di awal, namun setelah kita menjaninya inhsaa Alloh akan merasa nyaman dan banyak di berikan kemudahan oleh Alloh subhanahuatala.
Mulai dari hari ini, mari berhijrah menjadi lebih baik. semoga Alloh memberikan kekuatan kepada kita semua untuk istiqomah di jalanNYA. aaaamiin

Kamis, 05 Januari 2017

Sibuk sibuk Akreditasi

Selamat datang di Poskesdes Dasan Tapen buatan Suami 


Hai Salamalaikum,,
Udah tahun 2017  saja ternyata. Alhamdulillah kita semua masih di berikan nikmat kehidupan dan kesehatan oleh Alloh subhanahuatala sehingga bisa menemukan masehi berumur 2017.
Maaf jarang nge-blog, karena 3 bulan ini saya sibuk dengan akreditasi puskesmas. Puskesmas yang mau di akreditasi saya juga ke sambit sibuknya karena masuk dalam tik Pokja III, ngurusin buat SOP SOP penanganan pasien. Syukurnya ada suami yang kece banget bisa membantu proses Akreditasi itu.

Pohon persalinan, gratis untuk pasien bersalin harus menanam bibit pohon
Kirain akreditasi hanya sampai puskesmas induk saja, eh gak taunya Team Penilai juga bakalan datang ke Pustu dan Poskesdes, ajaibnya dari 6 Poskesdes yang ada di wilayah kerja Puskesmas Dasan Tapen yang kepilih untuk di kunjungi justru Poskesdes saya. Makjlebbb

Data dan Protaf penatalaksanaan Kasus Kebidanan



Lagi lagi bakalan banyak persiapan sana sini, baik data, kebersihan poskesdes, protaf, peta wilayah, bagan alur pelayan dan segala hal mendukung akreditasi harus saya kerjakan. Untungnya suami sudah terbiasa dengan hal seperti, jadilah ke khawatiran saya tentang akreditasi yang akan di lakukan pada Bulan Desember sedikit berkurang. Apalagi Kepala Desa Dasan Tapen Bapak Alman faluti memberikan support dengan perbaikan rehap poskesdes, Alhamdulillah banget.

Puas atau Tidak? puas dah yaa ^^

Waktu yang di tunggu tunggu Team Penilain Akreditasi yang katanya mau menyambangi Poskesdes saya datang di Bulan Desember ternyata di undur januari 2017 ( katanya ), ya gpp yang penting  persiapan untuk mendapatkan penilaian Akreditasi itu sudah di siapkan mateng mateng. Bagi saya pribadi Akreditasi ibaratnya sebuah tolok ukur sudah bagus dan layak tidak pelayanan kesehatan yang di terima oleh masyarakat, bukan sebagai sebuah prestasi tapi sebagai cerminan untuk meningkatkan kualitas pelayanan di masyarakat. Jadi dengan atau tanpa penilaian akreditasi sudah semestinya tenaga kesehatan memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakatnya.

So, semoga Puskesmas Dasan Tapen nantinya lulus dalam penilaian Akreditasi, capek dan letihnya mempersiapkan semua ini dapat terbayarakan dengan hasil yang baik. Sebagai kado manis juga di awal tahun 2017.



Selasa, 18 Oktober 2016

Berapa anda harus membayar?





Pemerintah Kabupaten Lombok barat mengeluarkan peraturan Daerah Nomor 18 Tahun 2016 tentang PERUBAHAN TARIF PELAYANAN KESEHATAN PADA UNIT PELAKSANA TEHNIS BADAN LAYANAN UMUM DAERAH PUSAT KEESEHATAN MASYARAKAT DAN JARINGANNYA DI KABUPATEN LOMBOK BARAT. 




Perubahan ini terkait dengan biaya yang di keluarkan oleh masayarakat untuk menerima jasa pelayanan kesehatan di kabupaten Lombok barat terutama di Puskesmas, pustu dan Polindes.
Adapun besar tarifnya pada rincian berikut (khusus tariff pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak) :



Pemberitahuan ini di harapkan dapat memberikan kejelasan kepada masyarakat kabupaten Lombok barat dalam menerima pelayanan kesehatannya.
Untuk tariff yang lebih lengkap dapat di lihat pada papan informasi yang tersedia di puskemas-puskesmas di daerah sekitar rumah anda.
 
Semoga bermanfaat